Mega Proyek Tanggul Laut “Java Seawall”: Solusi Kekinian Hadapi Ancaman Iklim
Indonesia kembali menggebrak wacana infrastruktur dengan gagasan pembangunan Java Seawall, sebuah tanggul laut raksasa yang akan membentang sepanjang pantai utara Pulau Jawa, dari Banten hingga Jawa Timur. Proyek ini, dengan estimasi biaya mencapai US$80 miliar, diusulkan sebagai solusi strategis untuk menghadapi ancaman perubahan iklim, terutama naiknya muka air laut dan penurunan muka tanah akibat eksploitasi air tanah di kawasan pesisir. Namun, di balik narasi penyelamatan lingkungan dan pembangunan nasional, proyek ini menyimpan dimensi politik yang kompleks, yang perlu dikaji secara kritis dari perspektif kebijakan publik, tata kelola pemerintahan, dan legitimasi politik rezim.
Pertama, proyek Java Seawall merupakan contoh nyata dari climate adaptation policy yang diartikulasikan melalui pendekatan infrastruktur masif. Di satu sisi, ini mencerminkan respons negara terhadap ancaman eksistensial akibat krisis iklim global. Di sisi lain, pemilihan pendekatan fisik-spasial yang berbiaya sangat besar membuka ruang diskursus mengenai prioritas anggaran publik, efektivitas kebijakan, serta akuntabilitas sosial. Mengapa negara memilih membangun tanggul raksasa dibanding memperkuat ekosistem alami seperti mangrove atau menerapkan regulasi ketat atas eksploitasi air tanah? Pertanyaan ini membuka diskusi mengenai orientasi kebijakan: apakah proyek ini benar-benar berangkat dari analisis kebutuhan publik dan riset saintifik, ataukah sekadar proyek politik berbiaya tinggi yang sarat kepentingan?
Kedua, aspek geopolitik dan diplomasi ekonomi tidak dapat diabaikan. Pemerintah Indonesia secara terbuka menyatakan akan menggandeng investor asing dari negara-negara besar seperti Jepang dan Tiongkok. Ini menandai pergeseran orientasi pembangunan dari state-centered budgeting ke arah foreign-funded megaprojects, di mana kepentingan nasional berpotensi dinegosiasikan dengan modal asing. Di tengah upaya diplomasi multilateralisme dan negosiasi perdagangan bebas, proyek ini menjadi alat tawar strategis, namun juga membuka celah bagi ketergantungan baru dalam bentuk utang, teknologi, dan pengaruh geopolitik.
Ketiga, dalam tataran politik domestik, proyek ini potensial menjadi instrumen pembentukan narasi pembangunan ala rezim pasca-otoritarian. Dalam tradisi politik Indonesia pasca-reformasi, infrastruktur sering digunakan sebagai simbol keberhasilan pemerintahan, bukan semata berdasarkan capaian substansial, melainkan karena daya simbolik dan visual yang kuat di mata publik. Pembangunan Java Seawall dapat dimaknai sebagai political spectacle yang berfungsi mengukuhkan legitimasi elite penguasa serta mengonsolidasikan koalisi politik dan oligarki ekonomi di balik proyek tersebut.
Namun demikian, kritik tidak dapat disisihkan. Banyak studi menunjukkan bahwa tanggul laut berskala besar justru dapat menciptakan ketimpangan ekologis baru. Intrusi air laut bisa berpindah ke wilayah lain, sedimentasi dan perubahan arus laut dapat merusak ekosistem, serta masyarakat pesisir rentan mengalami peminggiran sosial jika pendekatan pembangunan tidak inklusif. Di sinilah pentingnya environmental political accountability yaitu memastikan bahwa kebijakan adaptasi iklim tidak hanya berbentuk proyek teknokratis, tetapi juga adil secara sosial, partisipatif secara politik, dan berdasar pada sains ekologis.
Kesimpulannya, Java Seawall mencerminkan wajah ganda pembangunan Indonesia hari ini: progresif secara ambisi, namun rawan secara demokratis. Proyek ini adalah cermin dari dinamika antara kebutuhan adaptasi iklim yang mendesak dan kecenderungan politisasi kebijakan publik. Diperlukan kehati-hatian dalam implementasi, terutama dalam memastikan transparansi pembiayaan, keterlibatan masyarakat lokal, serta pengawasan lintas sektor oleh akademisi, LSM, dan lembaga legislatif. Tanpa hal tersebut, megaproyek ini berisiko menjadi monumen ambisi politik, bukan solusi berkelanjutan bagi generasi mendatang.
0 Response to "Mega Proyek Tanggul Laut “Java Seawall”: Solusi Kekinian Hadapi Ancaman Iklim"
Post a Comment